Film Penyalin Cahaya Kini Diadaptasi dalam Bentuk Novel

Film Penyalin Cahaya Kini Diadaptasi dalam Bentuk Novel

Penyalin Cahaya merupakan salah satu film yang sedang trending dan ramai diperbincangkan baru-baru ini karena mengusung tema kekerasan seksual. Apalagi, film ini dirilis di tengah isu persoalan kekerasan seksual yang sedang meningkat di Indonesia sejak beberapa tahun ke belakang.

Dirilis perdana secara internasional di The 26th Busan International Film Festival pada 8 Oktober tahun 2021 lalu, film Penyalin Cahaya kini akhirnya resmi tayang pada platform streaming Netflix sejak 13 Januari 2022. Film ini dibintangi oleh beberapa aktor serta aktris muda asal Indonesia seperti Shenina Cinnamon, Luthesa, Dea Panendra, Jerome Kurnia, Giulio Parengkuan, dan aktor pendatang baru seperti Chicco Kurniawan, serta aktor lawas Lukman Sardi.

Lewat kisah Sur atau Suryani (Shenina Cinnamon), film ini akan banyak menyorot tentang perjuangannya dalam meraih dan menuntut keadilan sebagai korban kekerasan seksual, lewat penyelidikannya bersama sahabat masa kecilnya, Amin (Chicco Kurniawan).

Cerita di Balik Film Penyalin Cahaya

Meningkatnya kasus kekerasan seksual di Indonesia beberapa tahun ini dan buruknya penanganan serta perlindungan hukum bagi para korban di Indonesia, merupakan salah satu kegelisahan yang dirasakan oleh Wregas Bhanuteja, sutradara sekaligus penulis skenario dari film Penyalin Cahaya. Menurutnya, film ini haruslah hadir sebagai wadah komunikasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya permasalahan kekerasan dan pelecehan seksual tersebut, terutama dalam dunia pendidikan.

Kemudian setelah melalui proses syuting yang dilakukan selama 20 hari dan merampungkan proses produksi selama lebih dari setahun, sejak tahun 2020 lalu, bersama dengan tim produksi dari Rekata Studio dan Kaninga Pictures, Wregas pun mengumumkan bahwa film Penyalin Cahaya telah selesai. Dengan selesainya produksi film ini, Wregas pun memulai debutnya dalam penyutradaraan film panjang.

Wregas sebelumnya juga pernah menjadi sutradara untuk film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini, yang merupakan hasil adaptasi dari cerita pendek karangan Eka Kurniawan dalam buku kumpulan cerpennya yang berjudul Cinta Tak Ada Mati.

Terkait dengan pemilihan judul untuk film ini, melalui wawancaranya bersama tim KompasTV dalam konferensi pers pada bulan September 2021 lalu, Wregas mengaku bahwa judul tersebut dipilih karena terinspirasi dari kata fotocopy. Di mana ‘photos’ dalam bahasa Latin artinya ‘cahaya’ dan ‘copy’ dalam bahasa Inggris artinya ‘salin’. Kemudian, karena maksud salin di film ini adalah seseorang yang secara aktif melakukan penyalinan tersebut, maka judul yang ia pilih adalah ‘Penyalin Cahaya’.

Selain itu, alasan ia memilih judul ini juga karena hal itu sesuai dengan isu yang diangkat dalam film ini. Wregas berharap para penyintas atau korban bisa bersuara dan melawan ketidakadilan yang mereka rasakan selama ini. Dengan semangat kebersamaan, harapannya semangat itu kemudian tersalin dan terlipat gandakan semakin banyak, sehingga dapat melawan ketidakadilan tersebut.

Penggunaan kata fotocopy tersebut juga terlihat dari pekerjaan salah satu tokoh di film ini, yaitu Amin, sahabat masa kecil dari tokoh utama, Sur atau Suryani. Penggunaan kata tersebut juga terlihat pada poster filmnya itu sendiri, di mana Sur yang terlihat tengah bersandar di atas mesin fotocopy.

Penghargaan yang Diterima Film Penyalin Cahaya

Memiliki tema yang belum banyak diangkat oleh film Tanah Air, menjadikan film Penyalin Cahaya sukses mendapatkan berbagai macam penghargaan dan screening spesial di salah satu festival film terbesar di Asia yang berlokasi di Korea Selatan, yaitu di The 26th Busan International Film Festival.

Selain itu, film panjang pertama Wregas Bhanuteja ini juga turut menjadi salah satu film Indonesia yang masuk dalam kategori New Currents Award, yaitu sebuah program kompetisi untuk film pertama dan kedua yang didedikasikan untuk karya terbaru dari sutradara-sutradara muda Asia di The 26th Busan International Film Festival 2021.

Film Penyalin cahaya juga berhasil membawa pulang berbagai penghargaan dalam ajang Film Festival Indonesia (FFI) 2021 dan menjadi film dengan perolehan Piala Citra terbanyak dengan memenangkan 12 kategori, di antaranya Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Pria Terbaik, Penulis Skenario Terbaik, dan masih banyak lagi.

Bukan hanya itu, film Penyalin Cahaya juga berhasil memenangkan tiga penghargaan dari ajang Festival Film TEMPO 2021, untuk kategori Film Pilihan TEMPO, Sutradara Pilihan TEMPO, dan Skenario Pilihan TEMPO. Di samping itu, film Penyalin Cahaya turut terseleksi dalam Main Competition di 16th Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2021.

Sinopsis Novel dari Film Penyalin Cahaya

Kisah ini bermula ketika Sur atau Suryani, seorang mahasiswi sekaligus developer situs klub teater Matahari, mengikuti sebuah pesta yang diadakan oleh anak-anak teater Matahari untuk merayakan kemenangan mereka dalam sebuah kontes teater.

Sur yang kala itu baru pertama kali mengikuti sebuah pesta pun mabuk hingga tak sadarkan diri, dan dari sinilah masalah dimulai. Sehari setelah pesta kemenangan itu, Sur mendapatkan kabar bahwa beasiswa kuliahnya dicabut oleh pihak kampus, karena sebuah swafoto (selfie) dirinya yang sedang mabuk terunggah di media sosial miliknya.

Ia yang tidak tahu menahu soal unggahan foto-foto tersebut karena berada di bawah pengaruh minuman keras pun kalang kabut, dan berusaha mencari tahu mengapa kejadian buruk itu bisa terjadi. Dibantu dengan Amin, sahabatnya yang bekerja di kios fotokopi kampus, ia pun menyelidiki apa yang terjadi di malam pesta perayaan itu.

Lewat keahlian yang dimilikinya di bidang teknologi informasi, Sur pun meretas ponsel para anggota teater Matahari. Dari penyelidikannya tersebut, ia berhasil mengumpulkan barang bukti sedikit demi sedikit. Dari bukti tersebut ia pun mulai mengetahui apa yang terjadi padanya di malam pesta perayaan itu, di mana ternyata ia merupakan seorang korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh salah satu anggota klub teater tersebut.

Bersama dengan bukti-bukti yang dikumpulkannya itu, Sur pun melaporkan kasus yang menimpanya tersebut kepada pihak kampus. Namun, ia tidak menemukan titik terang atas kasusnya. Pihak kampus terlihat abai dan enggan untuk bertindak karena posisi dan kekuasaan orang tersebut. Konsekuensinya, ia malah harus memublikasikan permohonan maaf karena telah melakukan pencemaran nama baik.

Namun bukannya menyerah, ia justru makin semangat dan tidak tinggal diam untuk mengungkap kejahatan orang itu dengan segala cara, sampai ia mendapatkan apa yang ia mau.

Sebagai bentuk adaptasi sekaligus transisi dari skenario film ke dalam bentuk novel, sekarang kamu bisa menikmati cerita Penyalin Cahaya melalui tulisan-tulisan indah yang dinovelisasikan oleh Lucia Priandarini, seorang penulis dari buku Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager.

YuniIkuti Kisah Sur di Sini!

Untuk kamu yang penasaran dengan versi bukunya, yuk, buruan koleksi novel Penyalin Cahaya sekarang juga sebelum kehabisan!

Jangan lupa untuk ikuti promo-promo menarik lainnya di Gramedia.com. Dari berbagai diskon hingga penawaran spesial, klik gambar di bawah ini untuk cek promonya!

kumpulanTemukan Semua Promo Spesial di Sini!


Sumber foto header: Dok. Rekata Studio dan Gramedia.com

Penulis: Ikha Destryani

Film Yuni yang Wakilkan Suara Perempuan Diadaptasi ke Bentuk Novel

Film Yuni yang Wakilkan Suara Perempuan Diadaptasi ke Bentuk Novel

Yuni merupakan film terpenting dan wajib ditonton bagi semua kalangan saat ini, terlebih karena sudah ditayangkan di berbagai penghargaan film internasional dan memenangkan salah satu diantaranya. Film ini juga sudah bisa kamu tonton mulai 9 Desember 2021 di seluruh bioskop Indonesia.

Perjalanan Yuni dari permasalahan struktural masyarakat patriarki sangat disorot dalam alur cerita film ini. Ditemani juga dengan puisi-puisi legendaris Sapardi Djoko Damono yang romantis, namun dalam film Yuni ini puisi indahnya menjadi sebuah kisah yang menampar realita dan membuat hati seketika berkecamuk.

Yang fana adalah waktu. Kita abadi: memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. — Sapardi Djoko Damono

Awal Cerita Film Yuni

Kamila Andini selaku penulis skenario film ini mengaku, jika salah satu scene di film terinspirasi dari cerita asisten rumah tangganya. Asistennya tersebut menceritakan tentang pernikahan anaknya yang dilanda hujan deras.

Mendengar cerita itu, membuatnya mengingat kembali tentang hujan dan pernikahan dari salah satu puisinya Sapardi Djoko Damono, yaitu Hujan Bulan Juni. Puisi tersebut membicarakan tentang hujan yang turun tidak pada musimnya. Hujan yang turun di musim yang tidak tepat berhasil menambahkan kisah Yuni.

Yuni merupakan sosok remaja berprestasi dan mempunyai mimpi yang tinggi untuk melihat dunia luar. Namun malangnya nasib Yuni, ia hanya bisa melihat dunia luar melalui genggaman smartphone dan media sosial miliknya. Keadaan membuatnya harus mampu bertahan, tapi tiba-tiba kenyataan kembali menerjangnya untuk menghadapi lamaran dan menikah, yang bahkan tidak pernah sekalipun terlintas dibenaknya.

Isu menarik ini berhasil diangkat dengan apik melalui film Yuni yang mewakili seluruh suara perempuan, bahwasannya perempuan juga berhak berpendidikan tinggi.

Poster film dengan sosok Yuni yang berdiri, dikelilingi oleh coretan-coretan yang kebanyakan berisi stigma, dogma, dan opini yang ditunjukan ke perempuan. Tembok penuh coretan ini terinspirasi dari tampilan tembok di beberapa sudut sekolah Yuni.

Nuansa ungu yang mendominasi dipakai untuk menggambarkan karakter Yuni yang menyukai warna ungu. Selain itu, warna ungu juga simbol gerakan perempuan dan biasa digunakan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.


Baca juga: Film Indonesia Adaptasi dari Novel Best-Seller


Penghargaan yang Diterima Film Yuni

Film Yuni berhasil mendapatkan berbagai macam penghargaan dan screening spesial di seluruh penjuru dunia. Pertama, film Yuni tayang di Toronto Internasional Film Festival (TIFF) 2021. Membuahkan hasil yang membanggakan untuk dunia perfilman Indonesia, film Yuni berhasil memenangkan Platform Prize di ajang tersebut dengan menyisihkan 8 film pesaing lainnya.

Setelah ajang TIFF 2021, film Yuni berhasil melanjutkan perjalannya untuk meraih penghargaan dan screening film ke beberapa festival lain seperti Vancouver International Film Festival 2021 (VIFF), Busan International Film Festival, Amerika: ChiFilmFest 2021, dan masih banyak yang lainnya.

Bukan hanya itu, film Yuni juga akan berkompetisi dalam Chicago International Film Festival UNI bersama 11 film lain dari berbagai negara. Yang lebih membanggakannya lagi, Film Yuni akan bersaing dalam ajang Academy Award atau Oscar melalui kategori The International Features Film Award pada 2022 mendatang.

Film Yuni juga berhasil membawa pulang berbagai penghargaan dalam negeri seperti dalam acara Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2021 dan Festival Film Indonesia 2021.

Novel dari Film Yuni

Sebagai bentuk adaptasi sekaligus alih wahana dari skenario film ke bentuk novel, kamu bisa menikmati cerita Yuni melalui tulisan-tulisan indah mulai tanggal 5 Januari 2021.

Dikutip dari Poskota (10/12/21), novel Yuni tercetus saat break syuting film. Berawal dari keisengan Qizink La Aziva (tim coach dialogue Jawa Serang) yang menantang Ade Ubaidil untuk menawarkan pembuatan novel Yuni kepada sutradara film, yaitu Kamila Andini. Ade Ubaidil yang juga tim coach dialogue dalam film Yuni, memang seorang penulis yang sudah melanglang buana.

Mang Qizink awalnya yang ‘mendorong’ saya untuk menawarkan diri menulis novel ini. Rupanya, ketika dicoba mengajukan diri, tawaran saya disambut baik oleh mbak Kamila Andini,” ujar Ade, pada Poskota Kamis (9/12/2021).

Yuni memperlihatkan tentang bagaimana perempuan dalam memperjuangkan impian untuk pendidikan tinggi, namun dikekang oleh stigma dan anggapan masyarakat di mana perempuan tidak perlu sekolah tinggi untuk menjadi ibu dan seorang istri.

Lewat penokohan Yuni, ia telah mewakili banyak perempuan dengan berbagai latar belakang budaya dan pengalaman nasib yang sama. Terjebak dengan budaya membuat banyak perempuan tidak merdeka untuk memilih keputusan dan menggapai cita-citanya.

Satu per satu lamaran pria datang kepada Yuni yang masih duduk di bangku SMA. Yuni yang memiliki cita-cita untuk mengenyam pendidikan tinggi di dunia perkuliahan berhasil menampik dua lamaran sebelumnya, namun ternyata lamaran ketiga ini membuatnya mendapatkan banyak cibiran akan mitos yang mengatakan jika tidak menerima lamaran maka tidak bisa menikah selama-lamanya.

Yuni dipaksa harus memikirkan hal matang dalam usia belianya yang membuat batin kita ikut meringis. Tapi, karakter Yuni di sini digambarkan sebagai sosok perempuan kuat, ditambah memiliki teman-teman yang selalu mendukungnya. Lalu, apakah Yuni akan menerima lamaran ketiganya ini atau melanjutkan pendidikannya?

Sebelum menonton filmnya atau kamu yang penasaran dengan versi bukunya, kamu bisa duluan mendapatkan buku Yuni di Gramedia.com!

YuniMiliki Bukunya dan Ikuti Kisah Yuni di Sini!


Baca juga: Novel Populer Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas Kini Diangkat Menjadi Film


Jangan lupa untuk ikuti promo-promo menarik lainnya di Gramedia.com. Dari berbagai diskon hingga penawaran spesial, klik gambar di bawah ini untuk cek promonya!

kumpulanTemukan Semua Promo Spesial di Sini!


Sumber foto header: instagram.com/sastragpu

Penulis: Nur Qomariyah

Esther Bunny, Kelinci Lucu Berhati Lembut Hadir dalam Bentuk Buku!

Esther Bunny, Kelinci Lucu Berhati Lembut Hadir dalam Bentuk Buku!

Siapa di sini yang ngefans sama karakter kelinci gemas Esther Bunny?✌🏻

Karakter kelinci imut yang popularitasnya hampir menyamai si kucing Hello Kitty! Esther Bunny bukan hanya sekadar kelinci imut saja, dia sudah eksis di berbagai media, platform, hingga kolaborasi bisnis di manca negara, loh!🤭

Nah, gimana ceritanya, ya, kalau Esther Bunny muncul di media buku bacaan? Ada, loh! Bahkan kini bukunya sudah tersedia di Indonesia dan bisa kamu pesan cepat di Gramedia.com! 🫡

Wahhh, penasaran, gak, sih? Sini, Admin ulas sedikit informasi yang perlu kamu ketahui sebelum membeli bukunya, ya!🥰

Kenalan dengan Karakter Esther Bunny, Yuk!

Esther Bunny adalah karakter kelinci imut dengan personality selembut kapas buatan seorang visual arts berbakat asal Korea, Esther Kim. Karakter gemas Esther Bunny adalah buah dari bakat seni menggambarnya yang sangat apik✨!

Karakter Esther Bunny (sumber gambar: instagram.com/estherbunny.original)

Esther Bunny adalah sosok kelinci kecil dengan hati lembut dan positif. Ia cukup ekspresif, senang bergaul, ceria, dan suka menyemangati diri sendiri. Karakter Esther Bunny tidak hanya menggemaskan tetapi juga cukup inspiratif, lho! Tampak dari berbagai arts yang sudah release dan diperjualbelikan dalam bentuk merch. Ini membuktikan kalau Esther Bunny punya efek influensi yang besar terhadap penggemarnya💕

Usut punya usut, Esther Bunny ternyata cukup merepresentasikan personality dari kreatornya, loh, yakni Esther Kim. menciptakan Esther Bunny bukan sekadar iseng, loh. Kim menggambar Esther Bunny sebagai bentuk unjuk dirinya setelah lama merasa terkucilkan. Kim ingin membuktikan bahwa dirinya berbakat👊!

Esther Kim merupakan seorang perempuan keturunan Korea yang lahir di Amerika Serikat, pernah tinggal di Jepang selama remaja dan kini sedang menetap di Amerika Serikat. Tinggal di negara-negara itu membuat Kim sering kali merasa terkucilkan karena perawakannya yang sangat Asia membuatnya tampak berbeda dari orang-orang lain😔

Esther Kim Kreator Esther Bunny (sumber gambar: vmagazine.com)

Sepanjang hidupnya, Kim sering kali mempertanyakan siapa jati dirinya sebenarnya😔 Segala pengalamannya di masa lalu menjadikan Kim seorang pribadi yang sensitif, ia selalu mendengarkan orang lain agar dapat di diterima di lingkungannya. Namun, pada suatu saat ia memutuskan untuk mendengarkan dirinya sendiri dan kebutuhannya👏🏻

Dari sinilah Kim mulai berkarya🙌🏻! Ia menggambar karakter Esther Bunny yang rupanya menggaet banyak penggemar dari berbagai negara, mulai dari Korea, Jepang, Taiwan, dan Thailand. Esther Bunny sudah menjadi ikon unik berbagai kolaborasi bisnis, mulai dari case ponsel, tas, stiker, payung, sticky notes, bahkan Esther Bunny juga punya tokonya sendiri mulai dari online store hingga offline store! Gemes banget, kann?😭💝

Saat ini, karakter Esther Bunny sudah menjadi ikon populer yang bisa kamu temukan di berbagai negara, loh. Nah, bukan cuma lewat gambar dua dimensi, kini Esther Bunny juga hadir menemani harimu lewat media buku bacaan! Penasaran dengan bukunya? Simak spesifikasi buku selengkapnya di sini!👇

Sekilas Tentang Buku Esther Bunny

“Disayangi semua orang memang mustahil, tapi kita selalu bisa menyayangi diri sendiri.”

Cobalah jadi diri sendiri di mana pun, kapan pun, dan dalam situasi apa pun. Semoga harimu menyenangkan, dari Esther Bunny, kelinci yang lembut, selembut permen kapas.

Buku Esther Bunny adalah bentuk representasi dari berbagai perjalanan hidup dan gejolak emosi Esther Kim di mana ia sering kali merasa harus terus berjuang untuk berkembang dan mencintai dirinya sendiri.

Oleh karena itu, selain nantinya buku dengan jumlah halaman sebanyak 245 halaman ini akan menyajikan berbagai kalimat penyemangat yang positif, di dalamnya kamu juga akan melihat ilustrasi Esther Bunny, si kelinci imut berhati lembut! Pastinya, gemesin dan juga inspiratif!🥰

estherBaca dan Koleksi Sekarang!

Lewat buku Esther Bunny, Kim ingin para pembaca bukunya terus mengingat bahwa mereka harus bisa mendengarkan diri sendiri dan menyayangi diri sendiri. Pokoknya kamu gak bakal nyesel baca karena buku ini sarat dengan nilai seni yang bermakna dan dijamin bakal manjain mata dan hatimu!💖

Dedikasi Kim menyebarkan kalimat semangat lewat ikon Esther Bunny juga ditunjukkan dari ketersediaan buku ini di berbagai negara. Saat ini, kamu sudah bisa membaca bukunya di Indonesia dengan membeli bukunya di Gramedia.com, loh! Bukunya dibandrol dengan harga promo sebesar Rp119.000 aja! 💰

Khusus buat kamu yang mau ikutan Pre-Order buku Esther Bunny sebelum tanggal 10 Mei bisa dapetin bonus stiker eksklusif! Buat informasi promo selengkapnya bisa cek gambar di bawah ini, ya!👇

kumpulanIkuti Pre-Ordernya Sekarang!

Nah, tunggu apa lagi? Buruan beli bukunya sekarang dan temukan buku self-improvement menggemaskan lainnya di Gramedia.com karena Gramedia.com juga masih punya banyak diskon spesial buat kamu. Buruan cek semua promo dari diskon spesial hingga penawaran menarik lainnya yang sedang berlangsung di bawah ini!

kumpulanTemukan Semua Promo Spesial di Sini!

Kini belanja di Gramedia.com bisa dikirim dan diambil dari seluruh toko Gramedia, lho. Belanja jadi makin asyik, tanpa ribet, hemat ongkir, dan cepat sampai rumah!

multiKlik untuk Cara Belanja di Gramedia.com


Sumber foto header: instagram.com/penerbitpop

Penulis: Shaza Hanifah